Selasa, 01 Desember 2015

Fakta Geisha : Wanita 'Penghibur' Bernilai Seni

Fakta Geisha : Wanita 'Penghibur' Bernilai Seni


Geisha, di pandangan saya, memiliki konotasi yang hampir sama dengan seorang wanita penghibur. Rupanya pandangan saya ini serupa dengan pandangan orang Barat yang turut memandang mereka sebagai mitologi makhluk eksotis. Bahkan, bangsa Barat terkadang menganggap bahwa geisha merupakan wanita yang patuh sebagai pelampiasan nafsu dan keinginan majikannya. Ini tertulis pula pada buku The Lite of Geisha, yang dituliskan oleh Eleanor Underwood, dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ini.
Kata “geisha” dalam imaginasi di dunia Barat konotasikan secara keliru yaitu sebagai mitologi makhluk eksotis. Salah konsepsi tentang fantasi, pemikiran yang penuh harap, dan polos merupakan perlakuan atas fakta-fakta yang ada sehingga dalam bahasa Inggris untuk mengatakan kata ”geisha” mengarah pada anggapan pada seorang wanita cantik yang patuh pada majikannya dan memenuhi semua nafsu dan keinginan majikannya. Kepribadiannya tidak diperlukan oleh para majikan dan geisha wajib melebur seperti halnya Madam Butterfly dari pada mengganggu para majikan. Fantasi seperti ini sulit ditemui pada wanita nyata namun mudah didapatkan di mitos. -- The Lite of Geisha.
Ternyata, pada awalnya geisha ditujukan untuk pria yang berprofesi sebagai pelawak di istana kaisar, biasa disebut honko. Namun, selama perkembangannya, para wanita mulai ikut berpartisipasi dan mereka kemudian disebut onna geisha (geisha wanita). Dalam pengertian aslinya, geisha (bahasa Jepang :芸者 "seniman") ini berarti seniman atau penghibur tradisional Jepang.
Fakta Geisha : Honko adalah sebutan Geisha untuk Pria
Honko (sumber [2])
Eitaro, "I'm The Only Male Geisha in The World"
Referensi lain mengatakan bahwa hanya ada satu-satunya geisha pria berana Eitaro. Dia merupakan anak dari seorang geisha yang berdedikasi tinggi. Setalah Sang Ibu meninggal karena mengidap penyakit kanker, dia dan saudara perempuannya mendirikan sebuah rumah geisha (geisha house) bernama Okiya di Tokyo.
Uniknya, jika pada umumnya seorang geisha pria menggunakan kimono pria dan geisha wanita menggunakan kimono wanita, berbeda dengan EitaroDia tetap menggunakan kimono wanita dalam setiap aksinya dan dialah satu-satunya geisha pria yang bepenampilan itu (dengan kimono wanita).
Fakta Geisha : Eitaro adalah Geisha Satu-Satunya di Dunia
Eitaro (Sumber [2])
Geisha tidak menikah, tapi sering punya anak. Mereka hidup dalam komunitas wanita yang terorganisir secara profesional -- The Lite of Geisha
Mereka hidup dari pertunjukan seni yang mereka mainkan, menyanyi, menari, dan menjamu para pelanggan di tempat-tempat perjamuan. Mereka telah dilatih sejak dini untuk memiliki keterampilan-keterampilan tersebut. Bahkan, Eitaro telah mempelajai tarian sejak dia berusia 8 tahun dan tampil di Teater Nasional Jepang di usia 11 tahun.
Kimono Geisha.
Pada jaman dahulu, seorang maiko (geisha muda yang masih dalam pendidikan belajar) harus menjalani upacara sakral 'mizuage' untuk menyambut datangnya masa dewasa bagi seorang perempuan. Selama upacara tersebut, mereka dijual dengan kepada pelanggan yang melakukan penawaran tertinggi.
Kimono yang digunakan bukanlah kimono yang dijajakan di pasaran. Mereka menjahit sendiri kimono tersebut dengan kain sutra dan tidak akan diganti selama mereka menjadi geisha. Kimono ini, pada umumnya, terdiri dari 12 lapisan yang harus sesuai dengan masi-masing setelannya. Untuk geisha mudah, kerah kimono berwarna merah. Sedangkan geisha senior berwarna putih.
Fakta Geisha : Kimono Maiko dan Geiko
Kimono Maiko dan Geiko (Sumber [3])
Tata Rias Geisha. 
Rambut merupakan hal yang tak kalah penting. Mereka kadang menggunakan wig ataupun rambut asli yang di-wax agar tampak mengembang. Mereka jarang mencuci dan menyisir rambut untuk menghindari kerontokan. Umumnya, mereka hanya keramas 2x dalam sebulan. Selain rambut, riasan wajah juga sangat diperhatikan. Menurut penelitan di era Meiji, riasan putih yang digunakan mengandung timah.
Fakta Geisha : Riasan wajah Geisha mengandung timah
Tata rias geisha (sumber [4])


Daya tarik Barat atas geisha dapat dilihat dalam berbagai bentukOpera Madame Butterfly tahun 1906 oleh Puccini, meskipun sebenarnya bukanlah tentang geisha, namun mungkin menciptakan stereotipe tentang kecantikan ketimuran yang lemah sebagaimana dimaksudkan oleh orang-orang Barat. Sesudah era Perang Dunia II membawa wajah baru bagi Jepang, Shierly MacLain memerankan seorang geisha dalam film My Geisha tahun 1962. Bahkan seorang Madonna pernah mengenakan pakaian geisha post-modern. -- The Lite of Geisha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar